Jakarta - President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli mengajak para petinggi operator telekomunikasi lainnya
untuk ikut memerangi Telkomsel yang dianggap terlalu mendominasi dan
memonopoli pasar seluler di luar Jawa.
"Saya minta kepada bos operator lainnya untuk ikut bersuara, jangan cuma berani ngomporin
di belakang saja," seru Alex, panggilan akrabnya, dalam pertemuan
terbatas tadi malam di Graha Niaga, Jakarta, Selasa (21/6/2016).
"Jangan takut untuk bicara, ini demi kepentingan bersama. Ayo kita fight
habis-habisan untuk kepentingan pelanggan," ujarnya seraya berpesan
kepada para CEO dari operator XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan
Smartfren Telecom.
Seruan untuk mendongkel Telkomsel merupakan
lanjutan dari perseteruan kedua operator ini pasca kampanye negatif
perang tarif terbuka yang belakangan terjadi. Bukannya menurunkan tensi
pasca dipanggil oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),
namun suasananya malah kian memanas.
Alex Rusli yang saat ini
masih menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh
Indonesia (ATSI) itu mendesak seluruh operator agar mau bersuara melawan
anak usaha Telkom itu.
Pasalnya, market share pasar
seluler saat ini terlalu dominan dikuasai oleh Telkomsel. Jika secara
nasional Telkomsel menguasai sekitar 45%-50%, namun di luar Pulau Jawa,
kekuasaannya telah lama di atas angka 86%.
"Jika aturan yang
sekarang tak diubah, dalam tiga tahun bisa naik 90%. Dan nanti kalau
sudah 100% tak bisa disetop, kasihan masyarakat di wilayah non Jawa yang
tak menikmati tarif komunikasi layaknya di Jawa. Kami sudah buat
laporan secara resmi ke regulator soal praktik tak sehat di luar Jawa,
harapannya yang lain melakukan langkah serupa," ucap Alex.
Secara nasional, market share
Indosat Ooredoo mencapai 21,6%, Hutchison 3 Indonesia 14,4%, dan XL
Axiata 14%, sisanya Smartfren Telecom. Namun jika keempatnya digabung,
market share mereka di luar Jawa, diklaim Alex tak lebih dari 14%.
Itu
sebabnya, ditegaskan Alex, apa yang tengah diperjuangkan Indosat saat
ini adalah untuk menata lanskap persaingan dan aturan yang lebih pro
kepada kompetisi bukan memproteksi penguasa pasar.
"Kami itu punya tujuan sama dengan challenger lainnya, kita mau barrier interkoneksi
dihilangkan dan diijinkan untuk berbagi jaringan aktif agar efisien.
Dua aturan ini belum keluar juga karena dihambat terus. Kalau kita tak
ramaikan sekarang, tak terwujud itu. Ingatlah kalau kita yang penantang
ini, di luar Jawa semuanya jika bergabung hanya menguasai sekitar 14%
pangsa pasar," ulasnya.
Seperti diketahui, Indosat Ooredoo telah
dipanggil BRTI terkait kampanye negatifnya di media sosial yang
menyerang Telkomsel. Pertemuan itu dimanfaatkan Indosat untuk bicara
kendala yang dihadapi selama ini dalam melakukan penterasi ke wilayah
non Jawa yang dihambat Telkomsel dan regulasi.
Indosat sangat
berharap biaya interkoneksi turun di atas 25% bahkan kalau bisa di atas
50% agar bisa mengakuisisi pelanggan di pasar yang dikuasai Telkomsel.
"Harusnya operator yang sudah sangat dominan tak usah lagi kampanye pemasaran, biar kami saja para challenger yang predatory price," kata
Alex.
Untuk menunjang tarif terjangkau, dalam investasi pun
rencananya dilakukan dengan efisien memanfaatkan berbagi jaringan atau
network sharing. Kabarnya, regulasi soal network sharing masih menunggu
tanda tangan Presiden terhadap penyesuaian Peraturan Pemerintah (PP) No
53/2000 tentang telekomunikasi. Sementara untuk Peraturan Menkominfo
soal interkoneksi akan dikeluarkan pada Agustus 2016 mendatang.
Biaya
interkoneksi adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan
panggilan lintas jaringan. Perhitungan biaya interkoneksi adalah
berbasis biaya yang dilandasi oleh UU 36/1999 tentang Telekomunikasi, PP
52/2000 mengenai telekomunikasi, dimana Pemerintah yang melakukan
perhitungan tarif interkoneksi ini dan operator hanya menyediakan
data-data yang dibutuhkan dalam proses perhitungan.
(rou/ash)